Indonesia merupakan Negara Kepulauan terbesar di dunia yang mempunyai garis pantai dan zona terestrial yang luas. Sebagai suatu negara kepulauan, Indonesia mempunyai wilayah laut yang lebih luas daripada wilayah daratan. Sehingga, keanekaragaman hayati lautnya sangat melimpah dan bervariasi. Keanekaragaman flora dan fauna di dalam laut Indonesia menjadi sumber kehidupan dan mata pencaharian bagi masyarakat Indonesia khususnya yang bermukim di pesisir pantai. Sebagian besar atau dapat dikatakan semua masyarakat yang hidup di pesisir pantai hanya mengandalkan laut yang digunakan untuk memenuhi kehidupan sehari-hari.
Masyarakat yang berprofesi sebagai nelayan ini sering menangkap ikan dan sejenisnya. Bahkan tak hanya nelayan lokal yang memanfaatkan kekayaan laut Indonesia ini. Nelayan asing bahkan sering mencuri ikan-ikan di laut perbatasan atau laut terluar Indonesia. Nelayan asing yang melakukan Illegal Fishing ini menangkap ikan di laut Indonesia secara besar-besaran dan dengan cara yang dapat merusak habitat ikan di dalam laut seperti menangkap ikan menggunakan bom. Hal ini menyebabkan kerugian besar bagi Indonesia. Untuk mengatasi masalah tersebut pemerintah Indonesia khususnya Kementerian Kelautan dan Perikanan menerapkan kebijakan berupa sanksi peledakan dan penenggelaman kapal nelayan asing yang masuk ke Indonesia untuk melakukan Illegal Fishing.
Kapal nelayan asing yang ditenggelamkan baru-baru ini adalah kapal asing dari Negara Vietnam. Tiga kapal asing diledakkan dan di tenggelamkan oleh tim patroli laut karena terbukti melakukan Illegal Fishing di Tarempa, Anambas, Kepulauan Riau. Sebenarnya proses penenggelaman kapal asing yang melakukan pencurian di wilayah laut Indonesia sendiri bukanlah hal yang baru terjadi pada era pemerintahan Presiden Joko Widodo. Praktek tersebut merupakan hal yang lazim dilakukan di dunia. Pada februari 2014 lalu kapal milik nelayan Indonesia yang kedapatan memasuki wilayah laut Papua Nugini juga dibakar oleh patroli laut negara tersebut.
Kebijakan penenggelaman kapal asing yang melakukan Illegal Fishing ini memberikan dampak positif dan dampak negatif bagi Indonesia. Dampak positif yang diperoleh dari kebijakan ini adalah pemerintah Indonesia dapat menghentikan aktivitas pencurian ikan serta menyelamatkan habitat perairan di dalam laut dari bahaya bom nelayan asing. Selain itu, kebijakan ini juga memberikan keuntungan bagi nelayan lokal Indonesia. Dengan kebijakan ini, kapal nelayan asing yang akan melakukan pencurian di laut Indonesia akan berpikir dua kali untuk melakukan pencurian. Kebijakan ini juga menimbulkan dampak negatif, yaitu pemerintah Indonesia harus memberikan sanksi serta memulangkan nelayan-nelayan asing ke negara mereka masing-masing. Pemerintah juga harus mengeluarkan biaya yang tidak sedikit untuk memulangkan para nelayan asing. Dampak negatif yang ditimbulkan juga dapat berupa polusi hasil peledakan dan pembakaran kapal nelayan asing yang dapat mencemari udara.
Tindakan penenggelaman terhadap kapal pelaku Illegal Fishing yang tidak memiliki dokumen resmi atau melanggar ketentuan hukum RI didasarkan pada ketentuan Pasal 69 ayat (1) dan ayat (4) Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan (UU Perikanan). Pasal 69 ayat (1) UU Perikanan menentukan bahwa kapal pengawas perikanan berfungsi melaksanakan pengawasan dan penegakan hukum di bidang perikanan dalam wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia. Sedangkan Pasal 69 ayat (4) berbunyi, dalam melaksanakan fungsi sebagaimana ayat (1) penyidik dan atau pengawas perikanan dapat melakukan tindakan khusus berupa pembakaran dan atau penenggelaman kapal perikanan berbendera asing berdasarkan bukti permulaan yang cukup. Selanjutnya tindakan pemusnahan merujuk pada ketentuan Pasal 76 Huruf A UU Perikanan, bahwa benda atau alat yang digunakan atau dihasilkan dari pidana perikanan dapat dirampas atau dimusnahkan setelah mendapat persetujuan pengadilan.
Upaya nyata pemberantasan praktik Illegal Fishing tersebut, Presiden Joko Widodo telah memerintahkan aparat keamanan dilapangan dapat bertindak tegas, apabila diperlukan laksanakan menenggelamkan kapal asing yang mencuri ikan di perairan Indonesia. Hal ini tentunya dilakukan sesuai ketentuan hukum yang berlaku, seperti mengamankan kru kapal terlebih dahulu sebelum dilakukan tindakan penenggelaman terhadap kapal. Akibat perbuatan pelaku Illegal Fishing setiap tahunnya Indonesia mengalami kerugian ratusan triliun rupiah.
Menurut Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana, terdapat lima alasan kenapa kebijakan tersebut justru layak didukung dan tidak akan memperburuk hubungan antarnegara. Pertama, tidak ada negara di dunia ini yang membenarkan tindakan warganya yang melakukan kejahatan di negara lain. Kapal asing yang ditenggelamkan merupakan kapal yang tidak berizin untuk menangkap ikan di wilayah Indonesia, sehingga disebut tindakan kriminal. Kedua, tindakan penenggelaman dilakukan di wilayah kedaulatan dan hak berdaulat Indonesia (zona ekonomi eksklusif). Ketiga, tindakan penenggelaman dilakukan atas dasar ketentuan hukum yang sah, yaitu Pasal 69 ayat (4) UU Perikanan. Keempat, negara lain harus memahami bahwa Indonesia dirugikan dengan tindakan kriminal tersebut. Jika terus dibiarkan maka kerugian yang dialami akan semakin besar. Kelima, proses penenggelaman telah memperhatikan keselamatan para awak kapal.
Namun demikian, pemerintah harus terus mensosialisasikan kebijakan penenggelaman kapal pelaku Illegal Fishing tersebut kepada negara lain. Hikmahanto Juwana menegaskan mekanisme yang dapat dilakukan pemerintah adalah menginformasikan kebijakan tersebut kepada para duta besar yang bertugas di Indonesia untuk meneruskannya kepada pemerintah masing-masing, terutama kepada negara-negara yang kapal nelayannya kerap memasuki wilayah Indonesia secara ilegal, seperti Thailand, Filipina, Malaysia, Tiongkok, dan juga perwakilan Taiwan. Langkah selanjutnya, Pemerintah berkoordinasi dengan perwakilan negara yang kapal nelayannya ditenggelamkan. Dengan demikian, hubungan baik antarnegara diharapkan tetap terjaga.
- Author : Galang Riswi Dyatama (DXVI)
©Divisi Media dan Informasi KSK Biogama 2016