Sekotong, Lombok Barat 8-18 Juli 2012.
“Pasir putih halus tepi pantai bernyanyi merdu diterpa angin. Gradasi biru laut bergulung hingga horizon kaki langit. Bukit angkuh tak acuh, tebing beradu ombak, bersimfoni indah dengan nyanyian pasir. Pulau-pulau kecil dekat bagai berada di pelupuk mata. Ikan-ikan melimpah berenang seirama, seimbang dalam peran ekosistem lautnya. Berkahi tanah kami, berkahi surga kami, Tuhan.”
Kecintaan pada laut dan KSK serta hasrat akan petualangannya yang membawa kami sejauh ini, kawan. Menjejakkan kaki di Lombok, serta merta alat penelitian berkarung-karung, menjunjung tas-tas carrier besar, menjaga 40 teman kami tetap dalam satu arah. “Satu Nyali !” kata-kata itu menggema dalam benak, memberi energi pada tulang-tulang letih kami setelah menempuh perjalanan dua hari satu malam.
Ekspedisi merupakan kegiatan tahunan KSK berbasis penelitian di bidang kelautan, mengkaji kekayaan biota laut di daerah-daerah, juga merupakan kontribusi peneliti muda dalam EfSD (Education for Sustainable Development) dan program aksi strategis mengenai keanekaragaman hayati (Indonesian Biodiversity Action Plan) yang dinyatakan oleh Bappenas pada tahun 2003. Ekspedisi KSK sebelumnya telah berjalan 5 kali antara lain, Ekspedisi Situbondo (2004), Ekspedisi Lombok (2005), Ekspedisi Pulau Timang (2008), Ekspedisi Karimunjawa di P. Menjangan Kecil (2010), dan Ekspedisi Karimunjawa di P. Tengah (2011). Jika pada tahun-tahun sebelumnya Ekspedisi KSK hanya terdiri dari kajian keilmuan Algae, Pisces, Echinodermata, Mollusca, Coral dan Crustaceae, namun pada tahun ini terdapat tambahan tiga kajian yaitu Aves, Mangrove dan Lamun.
Mengapa Lombok Barat? Pulau Lombok termasuk dalam jajaran Coral Reef Triangle, yaitu area seluas 5,7 juta km2 yang merupakan pusat keanekaragaman hayati kelautan di dunia. Di area ini dapat ditemui 75% spesies terumbu karang di dunia yang menyusun 53% dari total jumlah terumbu karang dunia, 3000 spesies ikan, dan hutan mangrove terluas di dunia. Wilayah Lombok Barat sangat berpotensi untuk dimanfaatkan pada sektor pariwisata, namun juga rentan terhadap perubahan kondisi lingkungan, dan aktifitas antropogenik. Hal ini disebabkan antara lain oleh lalu lintas perkapalan yang padat di Selat Lombok, selain dapat memberi pemasukan bagi masyarakat, aktivitas perkapalan ini juga dapat menjadi ancaman polusi yang diakibatkan oleh tumpahan minyak, jangkar kapal, dan sampah. Selain lalu lintas perkapalan, aktivitas penambang tradisional juga menyumbangkan limbah logam berupa Merkuri (Hg), Potassium (K), dan Karbon (C) sekitar 30 kuintal setiap bulannya ke alam. Hal ini dikhawatirkan dapat mengancam biodiversitas organisme laut yang ada di Sekotong, Lombok Barat.
Ekspedisi Lombok Barat ini juga bekerja sama dengan Balai Budidaya Laut (BBL) Lombok dan Universitas Mataram (UNRAM). Dari BBL kami mendapat dukungan berupa tempat tinggal selama di Sekotong, kapal, dan seorang pembimbing yang bernama Pak Arsyad. Sedangkan dari UNRAM, kami mendapat dukungan ilmu dari Mas Hilman, salah satu pendiri KSK yang juga menjabat sebagai Ketua Umum pertama KSK dan sekarang menjadi dosen Biologi Laut di UNRAM. Penelitian kami juga berkoordinasi dengan 20 mahasiswa dari Mangrove Conservation Club dan Marine Biology Club UNRAM. Oleh karena itu ada tambahan kajian penelitian berupa kelas keilmuan Lamun, Mangrove dan Aves.
Kegiatan inti kami sesampainya di Sekotong adalah kuliah teknik sampling oleh Mas Hilman (10 Juli), pengambilan data penelitian, dan kunjungan ke hatchery BBL Lombok (16 Juli). Penelitian kami di Sekotong dibagi menjadi 4 tempat, yaitu Pantai Gili Genting (11-12 Juli), Pantai Ela-ela (14 Juli), Pulau Gili Rengit untuk kelas keilmuan benthic (15 Juli), dan Pulau Gili Layar untuk Pisces dan Coral (16 Juli).
Dari tempat penelitian kami tersebut, kami mendapatkan spesies yang luar biasa indah dan jarang ditemui di pantai-pantai Gunung Kidul Jogja, contohnya Protoreaster sp., Tridacna maxima (kima), Haliotis sp. (abalone), Spinnata sp., Linckia levigata (bintang laut biru), Halimeda opuntia, Hydroclathrus clathratus, Seratophora hystrix, Galaxea sp., Herpolitha sp., Tubipora musica (karang suling merah), Dardanus megistos, Odondactyllus viridis (Mantis shrimp), Carpillus maculata, Arothron nigropunctatus (Blackspotted Pufferfish) dan banyak lagi. Selain itu, di Gili Layar dan Gili Rengit masih sangat terjaga biota lautnya. Saat melakukan reef check di Gili Layar, karangnya masih sangat sehat, banyak dan berwarna-warni, jarak antara karang dengan bibir pantai sangat dekat, ikan-ikan karang pun masih banyak ditemui. Lain dengan Gili Layar, di Gili Rengit bagian selatan terdapat spot yang saat surut terhampar dataran rocky seluas lapangan bola berujung pada slope dibatasi karang Acropora sp. Pasirnya pun bukan terdiri dari pecahan karang, melainkan dari foraminifera. Keindahan inilah yang selalu mengingatkan kami akan kebesaran Sang Pencipta.
Dengan berjalannya kegiatan Ekspedisi Lombok Barat ini, ucapan terima kasih kami haturkan kepada Bapak Drs. Tri Joko, M.Si. selaku dosen pembimbing KSK, Ibu Dra. Endang Semiarti, M.S., M.Sc., D.Sc. selaku Wakil Dekan bidang Kemahasiswaan Fakultas Biologi UGM atas kunjungannya ke BBL Lombok, Bapak Drs. Suripto, M.Si selaku Wakil Dekan bidang Kemahasiswaan Fakultas MIPA UNRAM atas kunjungannya ke BBL Lombok, Bapak Ir. Ujang Komarudin A.K., M.Sc. selaku Kepala Balai Budidaya Laut Lombok, Bapak Arsyad Sujangka selaku Ayah pembimbing kami, serta kepada Mas Hilman selaku kakak kami serta dukungan ilmunya bagi KSK.
“Bukannya laut Indonesia luas? Mengapa tak terasa manfaatnya? Pedulilah, maka akan terasa manfaatnya, baik bagiku, bagimu dan bagi kita semua.” (Kelompok Studi Kelautan, 2011)
Ekspedisi? SATU NYALI!